Kamis, 01 Agustus 2013


Menarik sekali berbicara mengenai kelebihan orang yang merupakan anugerah dari Allah Swt. Muhammad Aufa Aulia. Usianya baru 17 tahun, tapi sudah mampu menjadi penghafal Qur’an. Pertama melihat wajahnya, pemuda yang kerap disapa Aufa ini terlihat sangat cerah dan bersinar, teduh dipandang mata. Tak salah bila ia adalah penghafal Qur’an. Ketika mulai memberikan kisahnya di depan para peserta dauroh, suaranya dan logatnya masih khas remaja, dan ternyata dia juga pandai memberi humor di sela-sela obrolannya. Dia bercerita bagaimana ia bisa tertarik menghafal Al-Qur’an, dan berbagi tips menjaga hafalan.
Awal ketertarikannya terhadap tahfidzul Qur’an dikarenakan orang tuanya tiap ba’da isya mengadakan ta’lim rumah, mengkaji Islam, menceritakan siroh nabi kepada seluruh anggota keluarganya termasuk adik bungsu yang basih beberapa bulan juga diikutsertakan. Alasan kedua adalah ketika bersekolah di SDIT Nur Hidayah diharuskan menghafal sedikitnya 2 juz, dalam hal ini Aufa menyebutkan nama Pak Mulyadi dan Pak Bahruni sebgai pembimbing hafalan ketika SD, dan beliau berdua memang sebagai guru Qur’an di SDIT Nur Hidayah sampai saat ini. Kemudian berkat ketekunannya ia diikutkan lomba-lomba tartil.
 
Mengenai cita-citanya menjadi hafidz Qur’an, sangat mencengangkan bagi saya, karena yang memotivasinya adalah keinginannya untuk memuliakan orang tuanya. Ia pernah mebaca hadits yang menjelaskan bahwa jika ada anak yang hafal Qur’an maka ia bisa memberi syafaat pada keluarganya ketika di akhirat nanti, dan dapat memberi mahkota kemuliaan kepada kedua orang tua yang pada hadits tersebut dijelaskan bahwa sinar mahkota itu melebihi terangnya sinar mentari yang dimasukkan alam ruangan, “Betapa terangnya” ujarnya di depan para hadirin. Ucapannya ini membuat saya berdecak kagum.
Apa saja kiat menghafal Al-Qur’an dari Aufa?
1.      Meninggalkan maksiat pada Allah. Aufa percaya, dengan maksiat pada Nya dapat mengurangi kualitas hafalan yang dikuasai.
2.      Menjaga wudhu. Ia terinspirasi kisah dari sahabat Rasulullah saw yaitu bilal, bahwasanya ada sahabat bermimpi akan masuk surga, kemudian ia melihat di sana sudah ada sandal Bilal di depannya. Kemudian ia bertanya pada Rasulullah saw, amalan apakah yang menjadikannya begitu. Kata Rasul karena ia menjaga wudhu.
3.      Membacanya ketika sholat. Ayat yang kita hafalkan akan lebih cepat terjaga jika sering dibaca dalam sholat.
4.      Menghafal di waktu yang fresh. Waktu ini berbeda-beda pada tiap orang. Aufa menemukan waktu segarnya adalah ba’da ashar, karena ia lepas tidur siang dan tiada merasa mengantuk.

Lalu bagaimana kalau sudah hafal? Aufa kembali memberi tips:
1.      Ziyadah (menambah hafalan baru). Akan tetapi jangan sampai kita melupakan hafalan kita sebelumnya karena Allah murka.
2.      Murojaah, target
3.      Mengamalkannya

Selanjutnya, bagaimana perasaan setelah menjadi hafidz Qur’an? Bahagia, bersyukur ya pastinya. Aufa merampungkan hafalannya selama tiga tahun di Pondok Nurul Wahdah, Sragen. Pada 11 Oktober 2011. Ia sangat bersyukur, akan tetapi ketika wisuda khataman ia sangat sedih ketika satu per satu nama santri dipanggil beserta orang tuanya, namun saat itu ia hanya tertunduk dan berusaha tegar karena saat itu ayahnya sedang ke Australia untuk studi, dan acara itu hanya dihadiri laki-laki, jadi ibunya pun tidak dapat mewakili. Awalnya ketika harus belajar sekaligus menghafal Qur’an di pondok adalah keputusan bersama yang cukup berat dihadapi karena harus jauh dari keluarga. Namun, orang tua selalu memberi semangat, menjenguknya tiap bulan dengan mengirimkan banyak makanan, dan menjanjikan Aufa berlibur ke Australia jika sudah hafidz.
Ia pun bersaing hebat dengan temannya untuk bisa lebih cepat hafal. Persaingan pun dimenangkan Aufa dengan mendapat hafalan yang lebih banyak dari temannya itu. Kini Aufa sudah kelas XI SMA di SMA Ibnu Abbas Klaten. Tapi, kini ia dilema karena harus memilih hadiah yang ditawarkan orang tuanya, apakah ke Australia untuk menghadiri wisuda pendidikan ayahnya, atau ke tanah suci untuk melaksanakan  ibadah umroh. “Wah, maunya sih dua-duanya, tapi ayah bilang harus salah satu”, ujarnya diiringi tawa hadirin.
Setiap usaha memang butuh kesabaran, walaupun pahit tetapi akan berakhir manis. Sayangnya waktu sudah masuk sholat dzuhur sehingga tidak dibuka sesi tanya jawab. Semoga akan terus ada Aufa-Aufa selanjutnya yang bercita-cita dan mampu menjadi hafidz Qur’an, termasuk saya dan yang membaca tulisan saya ini. Amiin.
Posted by happy On 1:50 PM 6 comments READ FULL POST

Membangun Keluarga Qur’ani
Menjadi muslim yang sholeh dan sholehah adalah dambaan setiap umat Islam. Apalagi jika telah berkeluarga, semakin banyak tanggung jawab yang harus dilakukan demi membinanya. Masih dalam Dauroh Ilmiah yang membahas mengenai “Menghidupkan Al-Qur’an Dalam Keluarga” kali ini dengan pembicara Ustadz Abdul Hakim. Beliau mengatakan bahwa keluarga Qur’ani itu pasti bercita-cita mensholehkan keluarganya, tidak mau meninggalkan generasi sesudahnya menjadi generasi yang lemah (QS. An-Nisaa’: 9). Cita-cita Nabi Ibrahim terangkum dalam doa (QS. Al-Furqaan: 74), beliau tidak hanya mendoakan dirinya tetapi ada kata dzurriyati yang berarti seluruh garis keturunan sampai dengan terkhir. Begitu pedulinya terhadap generasi yang akan datang agar menjadi sholeh.

Menghidupkan Al-Qur’an Dalam Keluarga
Nah, kunci dari keluarga Qur’ani adalah menghidupkan Al-Qur’an dalam keluarga. Hmm, gimana caranya, ya? Ustadz Abdul Hakim menyebutkan beberapa tips, antara lain:
1.      Doa
2.      Ta’awun (saling tolong menolong) dalam ketaatan dan ketaqwaan. Dengan cara menumbuhkan interaksi intensif dengan Al-Qur’an, fokus, target, dan mutaba’ah.
3.      Memperjuangkan Qur’an dalam keluarganya dahulu sebelum kepada orang lain.

Untuk yang satu ini, perlu merembet ke arah tujuan berumah tangga. Diantara kita pasti punya tujuan masing-masing ketika memutuskan untuk berumah tangga, seperti mendapat keturunan, melepas masa lajang, menahan diri dari godaan maksiat. Namun, menurut Ustadz Abdul Hakim tujuan berumah tangga adalah:
1.      Dari sisi kemanusiaan adalah untuk saling cinta (jiyee..). setiap pasutri akan menumbuhkembangkan rasa cinta setelah menikah demi keharmonisan rumah tangga.
2.      Meningkatkan kedekatan dengan Allah Swt. Inilah yang paling pokok dari tujuan menikah, karena menikah baru separuh agama, maka untuk menyempurnakannya perlu dibina kedekatan kepada Allah dengan sarana keluarga.
3.      Membangun keinginan bersama. Kehidupan dalam keluarga membutuhkan persamaan tujuan agar dapat mencapainya, meskipun perbedaan juga dapat menumbuhkan warna serasa pelangi. Ketika salah satu ingin menjaga sholat malam, maka pasangan juga harus memiliki keinginan yang sama agar terwujud harmoni, apabila istri ingin menambah hafalan, suami hendaknya juga membersamai dalam kefokusan dan murojaah dengan istri. Sebaliknya, jika keadaan istri ingin bangun malam tetapi suami selalu marah, maka kemungkinan tercapainya kurang lancar jika dibanding dengan keinginan yang sama tumbuh dari kedua belah pihak.

Terkait dengan keluarga Qur’ani, menghafal Al-Qur’an itu bukan hanya sekedar tujuan. Memang, seorang yang hafal Qur’an itu adalah hidayah, akan tetapi untuk murojaah Qur’an itu adalah kemauan (jadi inget kata-kata teman yang saat ini lagi ujian tahfidzul Qur’an, hehe). Caranya:
1.      Intens belajar Qur’an
2.      Orang tua harus menjadi teladan bagi anak dan keluarga
3.      Istiqomah dan mengamalkan Qur’an dalam hidupnya
Demikian pesan yang disampaikan Ustadz Abdul Hakim pada kesempatan dauroh ilmiah Sabtu, 27 Juli 2013 di Aula SDIT Nur hIdayah Surakarta, semoga memotivasi setiap muslim untuk mau menghidupkan nuansa Qur’ani di keluarga dan hidupnya. Karena semuanya bukan hanya dari hidayah, melainkan kemauan dari diri kita.
Posted by happy On 1:45 PM No comments READ FULL POST

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, maka baik jika diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, sehingga menambah kedekatan kita pada Allah swt. Kegiatan bisa berupa acara pengajian, tilawah Al-Qur’an, tahfidzul Qur’an, mengajar mengaji, dauroh, dzikir, I’tikaf, buka bersama, dll.
 Nah, pada kesempatan menjelang liburan sekolah bulan Ramadhan, ada kegiatan Dauroh Ilmiah di SDIT Nur Hidayah yang menghadirkan beberapa pembicara, diantaranya adalah Ustadz Susiyanto, M. Ag, Ustadz Abdul Hakim, dan seorang pemuda hafidz Qur’an bernama Muhammad Aufa Aulia. Apa sih dauroh itu? Dauroh dari kata daara-yaduuru-dauroh artinya mengelilingi, tempat, acara. Jadi, dauroh ilmiah artinya acara membahas tentang pengetahuan, keilmuan ilmiah.
  Sesi pertama diisi dengan pembahasan topik Rekonstruksi Sejarah Islam Indonesia.  Memang sedikit berbeda dengan topik yang ditulis dalam background acara, namun intinya ke arah rekonstruksi Islam dalam pembelajaran. Ini karena Ustadz Susiyanto akan menjelaskan mengenai konsep-konsep sejarah, narasi sejarah di Indonesia yang ditengarai ada upaya memarginalkan peran Islam dalam sejarah. Yuk simak beberapa hal yang bisa saya rangkum dalam dauroh itu.
  Kalau kita ingat dalam masa kecil kita, dongeng yang sering diperdengarkan pada murid-murid adalah dongeng Si Kancil Mencuri Ketimun. Inti dari dari dongeng ini bukannya menyuruh kita untuk menjadi licik atau pencuri. Akan tetapi mengajarkan kita untuk tidak menjadi orang bodoh karena akan dibodohi orang pintar. Nah dalam hal ini kancil saja dapat membodohi manusia, haha, cerdiknya. Ternyata dongeng ini juga ditulis lebih mendalam seperti pada Serat Kancil, bahkan dongeng ini terkenal di Melayu juga dengan judul Hikayat Si Kancil.
  Seperti halnya dongeng si kancil, dongeng Malin Kundang juga bukan berbicara tentang menjadi anak durhaka atau ibu yang jahat karena mengutuk anaknya menjadi batu, tetapi berpesan agar anak manusia tidak durhaka pada orang tua terutama ibu. Apabila kita pikirkan, dongeng memang tidak nyambung dengan fakta. Lain dengan sejarah, sejarah adalah kisah manusia yang benar terjadi di masa lalu.
  Jika diulas, sejarah dari bahasa arab Syajaro artinya pohon. Dalam bahasa Indonesia berarti silsilah; asal usul; kejadian yang benar terjadi di masa lalu; bermakna juga ilmu, pengetahuan, cerita atau riwayat di masaa lampau. Berbeda dengan kisah, karena kisah kurang memiliki nilai sejarah tinggi.
Pernah kita membaca sejarah yang disusun dari penyusun sekuler maka akan sulit dipahami. Perlu kita ketahui bahwa narasi sejarah tersusun berdasarkan:
1.      Data
2.      World view—kepentingan—misi
Misalnya sejarah yang disusun Kristen—ditampilkan lah Kristen
Seperti halnya pelajaran sejarah di Indonesia disusun atas kepentingan tertentu.

Pemisahan Islam dari Bangsa
Berbicara tentang sejarah, perlu kita ketahui bahwa selama ini telah terjadi upaya pemisahan Islam dari bangsa. Apa saja data yang kita punya?
1.      Identifikasi Dayak dan Papua sebagai Kristen. Perlu diketahui bahwa sejak penjajahan Belanda, suku Dayak dipisahkan (diasingkan) dari komunitas muslim dan orang Melayu, sehingga mereka tidak mengenal komunitasnya akibat pengasingan tersebut.
2.      Pengaburan status Betawi sebagai warga muslim. Komunitas Betawi sejak pra-pengIslaman, masa kerajaan Salakanagara terbentuk komunitas Betawi yang tidak diidentikkan dengan muslim tetapi Hinduisme.
3.      Pengaburan status bahwa suku Sunda itu muslim. Padahal di sana adat keIslaman kental tetapi seakan tertutupi.
4.      Penginjilan di Minang. Basis Islam yang kental di sumatera diinjilkan besar-besaran.

Distorsi
1.      Pengaburan identitas orang Indonesia sebagai penganut Islam
2.      Manipulasi karya sastra

Manfaat sejarah dengan cara pandang Islam
1.      Menguatkan akidah dan keyakinan terhadapa Islam. Karena banyak teladan dan komitemen berkaitan dengan Islam di masa lalu.
2.      Belajar sunnatullah. Ini sangat dianjurkan, dapat memperoleh pahala.
3.      Belajar masa depan. Dari sejarah dapat dipetik pelajaran masa kini dan mendatang.

Pelajaran sejarah di Indonesia
Bagaimana dengan pelajaran sejarah yang kita dapatkan di sekolah umum di Indonesia? Kebanyakan mengajarkan hal yang cukup sulit dinalar dengan akal sehat, terlebih lagi adalah sejarah yang dijelaskan mengandung unsur pemisahan Islam dalam sejarah di Indonesia. Mari kita bahas bebrapa diantaranya.
1.      Manusia purba
Manusia Indonesia yang hadir pada masa sebelum penjajahan sampai dengan sekarang adalah masyarakat yang berpindah-pindah, berasal dari keturunan Deutro Melayu dan Proto Melayu yang tidak sama dengan Pithecantropus Erectus yang sekarang di pajang di museum Sangiran. Dan mungkin akan banyak warga Jawa yang tidak setuju jika mereka disamakan dengan Pithecantropus Erectus
2.      Era Hindu dan Budha
Terdapat banyak manipulasi dalam era ini. Karena lebih banyak membahas mengenai apa agama Hindu dan agama Budha itu? Pembahasannya banyak yang normatif karena lebih kepada agama Hindu dan Budha pada zaman ini bukan zaman dahulu. Pada agama ini terdapat sistem kepercayaan yaitu Budha Shiwa aliran Bhairawa. Yang sangat terkenal adalah ritual ma lima. Jika di zaman sekarang kita kenal moh limo yang berarti dilarang makan daging haram, miras, main perempuan, dsb, akan tetapi ma lima di sini adalah mengerjakan lima ritual M, yang merupakan aplikasi perilaku dalam ajaran. Diantaranya Matsiya (ikan), Manuya (daging), Mada/Madya (miras), Mudra (gadis/tarian), Maithuna (upacara seksual). Nah, berikut penjelasannya.
1)      Matsiya (ikan), ini bukannya dilarang untuk memakan ikan, tetapi justru ritual makan ikan beracun. Dengan memakannya, akan muncul efek tubuh yang terkena racun, atau mabuk, sehingga dipercaya dapat menghilangkan kesadaran (jiwa kosong) yang dalam ketidaksadaran itu akan mendekatkan manusia dengan Tuhan (isi). Ini seperti yang sering kita dengar bahwa ada perkataaan kosong adalah isi, isi adalah kosong.
2)      Manuya (daging), sekali lagi bukan larangan memakan danging, tetapi ritual makan daging manusia. Daging yang dipersembahkan biasanya adalah pengantin, gadis atau pria lajang yang kemudian disembelih dan dimakan bersama-sama. Penyembelihan ini dlakukan di meja datar berbentuk kura-kura, karena pada masa itu kura-kura di anggap sebagai penjelmaan tertinggi dari Tuhan.
3)      Mada/Madya (miras), digunakan sebagai alat untuk menjadikan diri tidak sadar, mirip pernyataan pada ritual matsiya. Konon akibat ritual ini, pesohor kerajaan Hindu kalah dalam perang melawan serangan Belanda.
4)      Mudra (gadis/tarian), tarian atau gerakan tangan yang menimbulkan kekuatan magis yang membuat lupa diri.
5)      Maithuna (upacara seksual), dilakukan di sebuah padang di atas tempat pemakaman yang disebut setra. (Prof. Rasyidi, Islam dan Kebatinan, hal.94)

Upaya Perawatan Peninggalan Bersejarah

Mari kita cermati dengan adanya banyak peninggalan sejarah di Indonesia. Perawatan peninggalan Hindu Budha tidak sama dengan peniggalan Islam,yang notabene mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam.
Siapa yang tidak mengetahui Candi Borobudur di Magelang, yang merupakan salah satu dari keajaiban dunia. Candi borobudur ditemukan tahun 1814, dan pernah terkubur selama 8 abad. Ketika belum ditemukan, bentuk ini tak menyerupai candi melainkan sebuah gunung yang ditumbuhi pohon menjulang. Selama itu tidak ada yang menceritakan bahwa di sana ada sebuah bangunan megah tempat ibadah, dan baru timbul cerita setelah ditemukan.
Lain halnya dengan Candi Prambanan yang ditemukan tahun 1797 oleh Belanda yang pada saat itu akan membangun benteng dan mencari lokasi yang tak terawat dan menjadi tempat sampah. Jika pribumilah pemiliknya, tidak mungkin akan melakukan pembiaran tempat itu dijadikan tempat sampah dan tidak terawat. Ini berarti ada cerita baru di balik penemuan candi di Indonesia.
Beda dengan peninggalan Islam seperti Masjid Demak yang dibiarkan dimakan usia. Jika Anda pernah berkunjung ke sana, dapat ditemui sebagian besar bangunannya sudah tidak asli, yang asli hanyalah bagian pintu depan dan belakang, serta tiang-tiang penyangga. Hal ini disebabkan pengaburan identitas Islam dalam sejarah, yang membuat pola pikir, mengidentikkan bahwa kerjaan Islam adalah penghancur. Pada faktanya kerajaan Islam tidak pernah menghancurkan peninggalan yang ada kecuali alam yang memakannya. Bukti bahwa sebenarnya masyarakat pra kemerdekaan Indonesia adalah muslim yaitu ditemukannya peninggalan Majapahit berupa nisan yang lambangnya mirip dengan lambang Muhammadiyah pada saat ini, kemudian terdapat nisan bertuliskan Laa ilaha illallah terukir amat jelas. Untuk dapat melihatnya, silakan berkunjung ke Troloyo, Trowulan, Mojokerto.
Candi yang merupakan peninggalan masa Hindu Budha, dibangun untuk kepentingan kasta-kasta tinggi seperti Brahmana dan Ksatria, untuk menunjukkan seberapa besar kekuasaannya. Dalam candi terdapat relief yang berupa wujud lelaki yang berdiri membawa mangkuk dan belati yang menjelaskan bahwa pada era tersebut ada upacara minum darah, dengan menggunakan belati untuk menyayat darah dari ulu hati kemudia menyayta mengikuti tulang rusuk dan darahnya ditampung dalam pangkuk untuk diminum bersama-sama.
Perawatan patung kecil dapat menghabiskan anggaran tidak kurang dari Rp 5.000.000,00 per bulan, namun untuk sebuah masjid yang juga situs sejarah sangat disayangkan tidak mendapat perhatian yang seimbang.
Oleh karena itu terus digalakkan penggalinan agar ditemukan candi atau menyerupai candi baru sebagai situs sejarah baru. ini yang harus diwaspadai terutama umat Islam, karena para frontalis pernah ber statement bahwa penggalian ditujukan untuk mengombang-ambingkan antara memilih Islam atau kebudayaan sebelumnya.

Bhineka Tunggal Ika
Sebuah semboyan yang tidak asing lagi tentunya. Tentu kita akan memaknainya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Perlu diketahui bahwa semboyan ini memiliki arti lain, kita telaah dari kata  Bhi yang maknanya dua, Bhineka—dua hal yang berbeda, bukan berbeda-beda, dan yang dimaksud dua hal yang berbeda ini adalah Hindu dan Budha yang beda dalam pengajarannya tetapi keduanya tetap harus disatukan. Nah, sekarang jadi tau kan, akan tetapi dalam pelajaran sejarah kita yang sudah ada unsur pemarginalan Islam, kita dipaksa harus menulis jawaban yang benar dalam ujian lho, dengan pernyataan berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Jangan sampai kita sebagai penganut Islam terombang-ambing oleh hal yang abu-abu, bahkan menyingkirkan sejarah yang sesungguhnya. Kita harus rajin membaca riwayat yang sumber referensinya terpercaya, atau dari narasumber langsung, sehingga akan terungkap naskah sejarah yang asli dan tidak dimanipulasi untuk kepentingan tertentu sebgaian orang.

Posted by happy On 1:30 PM No comments READ FULL POST

Rabu, 24 Juli 2013


Teman, kebayang nggak, di hari kerja yang padat, rutin, membosankan, cuapekk, sampe nggak ada liburan buat refreshing! Nangis-nangis deh lu. Itu yang gue rasain. Yaa, mungkin sekitar sebulan lalu. Tiga hari sebelum bulan Juli tiba. Keadaan yang bikin gue iri, saat ada libur panjang tapi gue libur pendek, hedeeeh,, iri.
Untungnya gue punya sobat yang baik dan bisa gue ajakin ngobrol curhat ngalor ngidul. Yap. Kita sama-sama pengen refreshing, piknik. Yah, setelah rencana pertama gagal karena suatu hal, dan itu bikin hati gue bergejolak. Gue pengen pikniiiiikkkkk!! Sambil merem megangin kepala.
Dewi fortuna emang lagi ngelilingi gue kayaknya. Nggak disangka. Ini sekelumit kronologi liburan ku ke pantai Indrayanti yang banyak menguras senyum dan tawa. Ada horor dan trauma juga. So, tetap lanjut baca ya.
Bulan Mei, liburan kenaikan sekolah. Cukup panjang, tapi serasa cepat sekali, karena hari-hari penuh dengan kegiatan koordinasi, pertemuan, dan rapat. Memang keadaan yang menjenuhkan sekali apalagi di hari liburan yang seharusnya mendapat kesempatan melebarkan senyum dan menyantaikan otot-otot dahi dari bekas-bekas kernyitan berpikir.
Dua bulan lalu ada rencan rekreasi yang didisain akan menyenangkan dan melepas penat. Yah, rencana memang boleh, tapi tidak lepas dari sebuah kemungkinan terburuk yaitu “tidak jadi”. Rencana pergi ke pantai sesi 1 berakhir. Eh, kok sesi 1, berarti masih ada sesi 2?
Siapa yang menyangka akan ada rencana sesi 2. Ini benar-benar di luar dugaan, yah, kalau yang namanya curhat dengan teman itu pasti, dan ampuh, curhat menghasilkan info yang bikin kita up date. Hahaha. Bayangan piknik udah di depan mata. Ini berkat Ibu muda yang juga ingin melepas penat dan meninggalkan kesan indah sebelum berpisah. Hihihi. Juga berkat ibu muda gokil yang bersedia merengek-rengek untuk memperlancar semuanya. Akhirnyaa, jadi juga ngunjungin pantai yang kata orang namanya Indrayanti :) (walaupun ketika aku baca sebuah artikel di blog temen ku nama aslinya adalah Pantai Pulang Syawal, hehe). Makasih ibu-ibu…hihi..
Mau pilih hari aja sampai bingung, karena padatnya hari yang dilalui dalam suasana kerja. Oh, hati jadi deg-degan tak sabar, tapi juga ketakutan. Tapi yang namanya keingingan yang super duper pengen aku wujudkan, harus aku bayar cukup mahal dengan kondisiku dan terancam batal di sesi 2 ini. Betapa tidak, H-2 (tepatnya satu bulan dari postingan aku ini, yaitu tanggal 25 Juni) badanku dilanda meriang (mungkin lagi merindukan kasih sayang, hehe). Wah, dag dig dug takut. H-1 aku ada acara dari pagi sampai siang, dan harus nahan tubuh yang keringet ding serta gemeteran demi tertunaikan amanah umat, hehe, pengen banget rasanya ninggalin amanah ni karena badan ku yang semalaman panas tinggi nggak ketahan. Tapi, sebenernya yang lebih aku takutin adalah kalau aku tinggalin H-1 ini, hari H alias besok aku gak bakal ikut piknik. Tidaaaaaaaaaaaaaak. Alhamdulillah berkat izin Allah aku semakin membaik di petang hari, jadi tambah semangat buat besok, meskipun belum packing. Ampun deh!
Sambil packing sambil mikir bakal ngapain besok di perjalanan, ceritanya sambil nyusun bahan obrolan gitu. Treteret tetet.. sampai mesti ngapain juga kalau udah sampai di pantai. Haha. Aku samapi berpikir mau motret segala sudut yang nggak terpikirkan orang di di sana, misal di sela gua (padahal nggak tau ada apa enggak), berencana ngrekam moment spontan di sana (pakek camdig/handycam siapa juga, haha), dan samapi terpikir mennjadi wartawan, yaitu mengupas keunikan pantai Indrayanti dari narasumber, mau pun testimoni pengunjung (sok yes banget sih).
Susun di susun, pagi udah nyambut. Badan ku terasa lebih seger dari kemarin, mungkin karena rasa gembira ini membangunkan syaraf-syaraf baru yang kemarin habis bekerja keras ngelawan virus meriang. Alhamdulillah. Go to the beach with the passionate gang, ups! Bikin tambah happy and spirit! J Ini juga berkat kesediaan sang supir untuk mau mengantar sampai tempat tujuan dengan selamat dan senang. Kalau nggak ada yang nyetir, nggak mungkin kesampaian juga ke pantai Indrayanti. Hehe. Trimakasih. J
Perjalanan lumayan jauh, kurang lebih dari jam 08.15 sampai 11.15 siang. Pas udah nyampe, banyak juga rombongan yang nyempetin ke situ, nggak tanggung-tanggung barengnya aja sama 2 bus, 1 mobil, dan yang nggak keitung, hehe. Udah rame, dan sebelumnya, di jalan pak sopir udah calling-calling temennya, kalau ombak pada waktu itu lagi gede dan tinggi, pasang istilahnya. Jadi turun dari mobil, jalan ke pesisir, sempat terpisah ma temen yang lain, jadi aku dan temenku jalan kaya orang hilang, mau menuju ke jalan setapak yang perlahan mulai sepi dari orang, terus kita balik, fiuuh, akhirnya ketemu deh ma yang lain. Syukuur deh. Pas jalan tadi, sempat kita lihat banyak juga pantai-pantai yang masih perawan ditawarkan untuk dikunjungi, saking banyaknya pamflet yang di tempel, aku sampai nggak hafal satupun nama pantai yang ditawarkan, hahaha, ampun deh, fokus ke Indrayanti gitu loh, dinikmati. Akhirnya kita jalan barengan rombongan, di sekeliling adanya orang yang  lagi minggir nunggu ombak kecil. Haha, jadi kita sempetin jalan ke puncaknya dulu. Ngos-ngosan sih, panas, silau, tapi pas dipuncak, subhanallah indah banget dari atas. Cuma ada pemandangan yang gak nyenengin, banyak orang pacaran! 
 
Karena capek, aku duduk ama minum dulu, ups ada candid camera, ahahaha.


            Lewat titik pandang yang tinggi, bisa dilihat pemandangan batu karang besar di sebelah timur yang katanya memisahkan antara pantai Indrayanti dan Sundak. Waktu itu ombak cukup besar jadi pas aku melihat nggak kelihatan terpisahkan gitu. Sekilas juga kalau aku amati dari atas, jadi inget pemandangan di salah satu pantai di Bali, yang aku lupa namanya, tapi yang ku inget adalah daerah sebelum kepuncak sebelum ngeliat pantai nya, harus ngelewati jalan yang banyak keranya. Oh iya, dulu nengok Pura Uluwatu di Bali, terus bisa ngelihat pantai dari perjalanan ke pura. Hahaha, jadi ketawa inget dulu temenku camdignya dijambret monyet, tapi karena kebaikan sang pawang dan monyet-monyet liar yang cukup perasa, camdig berhasil dikembalikan. Nah di atas situ juga kelihatan seperti pantai kosong, asik banget kalau bisa bersenang-senang di situ serasa milik sendiri.
Ini pemandangan dari atas yang barusan dinaiki, indah banget, mirip pandangan di Pura Uluwatu, Bali.

Terlihat batu karang besar pembatas Pantai Indrayanti dan Pantai Sundak.
         
   Kita mesti turun, muter, dan ngelewati jalan setapak sepi yang tadi aku ma temnku hampir ngira kesasar. Nyampe lumayan jauh, ngelewati gedung mirip balai informasi, sumur, jalan kayak mau ke hutan, kolam-kolam besar mirip kolam lele, jalan becek seperti habis banjir, dan ada sebuah rumah yang di situ ada nenek sedang menyapu halaman. Aku tersenyum ke nenek itu, dan taunya kita kebablasan, karena ibu-ibu cantik di rombongan kami udah melihat pantainya, lalu kami menuju ke lokasi yang terlihat dari atas tadi, yang ternyata ada di belakang rumah nenek itu. Lalu kami bertanya pada nenek benarkah jalannya lewat ini, kata nenek itu iya. Lalu kami permisi melewati jalan kecil menuju belakang rumahnya dan terlihatlah pantai dengan pasir yang agak miring dan dalam, serta ombak berdebur menatap batuan karang besar.
Tampak dari atas pemandangan hijau menuju lokasi pantai agak sepi tadi.

Mesti turun dulu buat ngeliat pantai yang lokasinya agak sepi tadi.

Sesampainya di pantai yang kelihatan dari atas tadi, puas, menikmati keindahan ciptaanNya. Foto-foto, main air, pasir. Ibu-ibu cantik mengambil foto sebagai kenang-kenangan, banyak banget kayaknya jepretannya. Busset, hobi fotografi yang terpendam mungkin. Hehehe. 

Pada tepi utara pantai, berdiri seperti warung dari bambu, dan juga dua buah meja yang sudah dilapis plastik motif. Namun terlihat lusuh, tak lagi dipakai dan tanpa ada penjual. Tas berisi barang berharga, dan juga sandal kami letakkan di meja itu. Sebagian ada yang menaruh di bawah, termasuk aku. Lalu kita asyik menikmati pantai yang sepi itu.
Tiba-tiba ombak jadi gede, kita menepi. Aku mau nyuci sandal yang tadi kotor kena pasir, tau-tau ombak gede buanget datang ke arah kami, sampai sebatas paha atas, terus aku pegangan batang pohon bakau yang cukup besar. Aman. Ombak pergi. Fiuh, kami semua deg-degan dengan hal itu. Setelah sadar, sandal aku sama salah satu ibu cantik tadi hanyut entah kemana,, yang jelas terbawa ombak. Tapi syukur, tas temen berisi barang berharganya dan titipan aku selamat. Semapt kami menunggu beberapa menit berharap sandal kami kembali, hehehe, ngarep banget. Tapi kemudian ibu cantik yang satunya manggil kami berdasarkan perintah nenek tadi.
Gambar bagian bawah mesti gue potong karena ada kepala temen gue, kelihatan sepi banget, dan banyak serpihan kayu, beling dsb bekas terbawa ombak. Ini satu-satunya foto yang berhasil ketangkep dengan kamera digital.

Ups, dengan ekspresi yang cukup penuh perhatian dan peringatan begitu, kami mentas dari situ. Nenek bercerita, dulu putranya hilang waktu ombak sedang besar, dan saat itu ombak juga sedang besar sekali, di seluruh pantai selatan memang.(ini berdasarkan info pak sopir,hehehe) Nah, tidak ingin terjadi bahaya, maka kami diminta beranjak. Nenek itu baik banget, makasih, Nek udah memperingatkan kami. Lalu kami kembali ke pesisir yang ramai yang dekat pohon-pohon bakau dengan hiasan pasir putih dan pedagang-pedagang, hehe.
Indrayanti pantai yang indah, dengan panorama menarik, pasir putih, karang alami, yang membuat mata melotot, eh menyipit karena silau, tapi hati terpaku akan keindahannya, J. Nah di situ, hampir satu jam menunggu ombak sedikit turun, tadi katanya jam 12.30 bakal surut, tapi nyatanya tambah gede. Yah, lalu kita tunggu sambil duduk menatap anak-anak yang pemberani menantang ombak besar datang, yang akhirnya harus kehilangan handphone, sandal, dompet dan tas karena kurang siaga saat ombak besar datang, eh malah aku ketawain kecil, karena ingat sandalku yang hanyut juga, tapi alhamdulillah temen bawa dua sandal, jadi aku pakai deh. Hehehe. Video ini menunjukkan ombak di Pantai Indrayanti sedang besar, yang menyebabkan terbawanya harta benda salah satu pengunjung pada saat itu.

Jam menunjukkan pukul 13.15, ombak mulat surut, pengunjung lain juga sudah berani turun menapaki pasir putih yanng berkilau, diterpa deburan ombak yang keras, tampak sangat mengasyikkan. Nah, ini dia saatnya aku mengeksplorasi pasir dan ombak yag menakjubkan di sini. Benar-benar los. Sueneng buanget. Rencana sesi 2 yang terbayarkan. Guling-guling di pasir, ciprat-cipratan air, lempar-lemparan pasir, teriak-teriak, sampai tergulung ombak juga. Aahh! J ngebahas tergulung ombak, air laut sempat masuk ke mulut dan hidung aku yang menyebabkan rasa asin yang menyeruak ke seluruh indera perasa ku, ada tangan yang menarikku memegangi agar aku tak terbaea arus, karena waktku itu seluruh tubuhku benar-benar tergulung ombak yang membuatku berpikir, jika saja Allah tidak menolong kami di lokasi sebelumnya,, bisa saja ada yang tergulung ombak yang lebih tinggi dan besar daripada ini. Swear.. aku ngebayaangin ngeri..trauma. Alhamdulillah aku bersyukur padaMu Ya Allah. J


Deburan ombak di Pantai Indrayanti yang kala itu cukup besar, sama halnya di seluruh pantai selatan Jawa.

            Masih saja kami asyik bercanda dalam balutan pasir dan terpaan sinar matahari yang menyengat, sambil gambar kami di ambil pada moment tertentu, hm, bahagianya. J karena masih nekat dengan ombak yang datang dan pergi, akhirnya datang ombak yang menarikku ke tengah dan memaksaku berpegangan pada batu untuk bertahan, tapi ketika ombak pergi, tersadar bahwa telapak tanganku terluka dan perlahan terasa perih menjalar. Aku segera bangkit dan meminta bantuan, dan kedua ibu cantik yang baik hati tersebut menolongku dengan penuh cinta, tapi yang nggak kalah kepo, hal kayak begitu di potret juga, haduh jadi malu. 
Sisi timur Pantai Indrayanti, pasirnya cukup landai.

 
Makasih Ibu cantik dah bantu nutup lukaku, hehehe.
Terimakasih sudah menolong menutup lukaku, yang memperlihatkan pada kami semua ternyata tangan kami sudah mulai keriput memuai akibat lama terkena air dan terlukanya telapak tanganku menjadi akhir dari permainan mengasyikkan di pantai sore itu (duh maaf ya, padahal masih pengen maen ya,, tapi udah sore juga, biar pulangnya nggak kemaleman,hihihi)
            Usai itu semua, mandi, ganti baju, siip, udah rapi. Agak gerimis. Perut jadi lapar. Semapt ingin berputar-putar lagi melihat pantai lain, tapi kami memutuskan untuk segera pulang. Lalu, semangkuk bakso di perjalanan pulang menjadi pelengkap energi yang terbuang di pantai tadi.
            Sambil mulai melanjutkan perjalanan, kami melihat foto yang tadi sepertinya sudah banyak dijeprat-jepret waktu di pantai. Akan tetapi ketika dicek berulang-ulag, foto yang lumayan banyak berbackground pantai di elakang rumah nenek tadi tidak ada yang jadi. Wow. Apakah itu faktor si fotografer yang masih amatir? Atau ada sesuatu yang tidak bisa diambil gambarnya? Sempat berpikir ngeri dan susasana jadi merinding. Ah, mirip kisah horor di televisi saja. Sekali lagi jadi trauma dengan gulungan ombak yang besar di pantai belakang rumah nenek itu. Meskipun sebenarnya nenek tadi amat baik dan ramah pada kami dan tak terlihat ada unsur mistis di situ. Hii.
Hari mulai gelap, tak lupa segera mencari masjid untuk sholat maghrib. Perjalanan cukup macet sehingga waktu menjadi lebih lama. Tapi Allah memang sangat baik, kami disuguhi pemandangan lampu-lampu kota yang menerangi kegelapan malam kota Jogja yang terlihat dari atas jalan raya, indah sekali. Ada niatan ingin berhenti untuk sejenak menikmati, tapi ketika menepi kami salah menepi ke sebuah warung makan, yang menjadikan juru parkir menghampiri dan menata parkir. Karena tidak berniat makan di situ, maka kami berdalih bertanya mushola untuk alasan,, hahahaha, menahan malu di depan warung makan dan juru parkir. Setelah mobil beranjak, seluruh penumpang tertawa dengan kekonyolan yang baru saja terjadi. Hahaha. Sayang sekali pemandangan kota tadi tidak sempat diabadikan dalam jepretan, tapi setidaknya cukup kuat dalam ingatan.
 Sesampainya di mushola SPBU, sholat lalu lanjut membeli oleh-oleh. Dan akhirnya kami sampai di Solo sekitar pukul 21.00. kami ngobrol sebentar, saling maaf-mafan, berjabat tangan, cipika cipiki,, hihi kasihan sopirnya cuma ngeliat. Kami pulang ke rumah masing-masing dengan hati gembira dan bersiap untuk kembali bekerja esok hari.. huuaaah.. sehari yang panjang dan menyenangkan! J sampai jumpa lagi pantai Indrayanti dan pantai baru lainnya, dengan kisah yang lebih seru lainnya, hari itu menjadi kenangan indaah yang tak terlupakan. Hm.hm.hm ^_^

Posted by happy On 2:43 PM No comments READ FULL POST
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

Labels

Blogger news

Categories