Membangun
Keluarga Qur’ani
Menjadi muslim
yang sholeh dan sholehah adalah dambaan setiap umat Islam. Apalagi jika telah
berkeluarga, semakin banyak tanggung jawab yang harus dilakukan demi
membinanya. Masih dalam Dauroh Ilmiah yang membahas mengenai “Menghidupkan
Al-Qur’an Dalam Keluarga” kali ini dengan pembicara Ustadz Abdul Hakim. Beliau
mengatakan bahwa keluarga Qur’ani itu pasti bercita-cita mensholehkan
keluarganya, tidak mau meninggalkan generasi sesudahnya menjadi generasi yang
lemah (QS. An-Nisaa’: 9). Cita-cita Nabi Ibrahim terangkum dalam doa (QS.
Al-Furqaan: 74), beliau tidak hanya mendoakan dirinya tetapi ada kata dzurriyati yang berarti seluruh garis
keturunan sampai dengan terkhir. Begitu pedulinya terhadap generasi yang akan
datang agar menjadi sholeh.
Menghidupkan
Al-Qur’an Dalam Keluarga
Nah, kunci dari
keluarga Qur’ani adalah menghidupkan Al-Qur’an dalam keluarga. Hmm, gimana caranya,
ya? Ustadz Abdul Hakim menyebutkan beberapa tips, antara lain:
1.
Doa
2.
Ta’awun (saling tolong
menolong) dalam ketaatan dan ketaqwaan. Dengan cara menumbuhkan interaksi
intensif dengan Al-Qur’an, fokus, target, dan mutaba’ah.
3.
Memperjuangkan Qur’an dalam
keluarganya dahulu sebelum kepada orang lain.
Untuk yang satu
ini, perlu merembet ke arah tujuan berumah tangga. Diantara kita pasti punya
tujuan masing-masing ketika memutuskan untuk berumah tangga, seperti mendapat
keturunan, melepas masa lajang, menahan diri dari godaan maksiat. Namun,
menurut Ustadz Abdul Hakim tujuan berumah tangga adalah:
1.
Dari sisi kemanusiaan adalah
untuk saling cinta (jiyee..). setiap pasutri akan menumbuhkembangkan rasa cinta
setelah menikah demi keharmonisan rumah tangga.
2.
Meningkatkan kedekatan dengan
Allah Swt. Inilah yang paling pokok dari tujuan menikah, karena menikah baru
separuh agama, maka untuk menyempurnakannya perlu dibina kedekatan kepada Allah
dengan sarana keluarga.
3.
Membangun keinginan bersama.
Kehidupan dalam keluarga membutuhkan persamaan tujuan agar dapat mencapainya,
meskipun perbedaan juga dapat menumbuhkan warna serasa pelangi. Ketika salah
satu ingin menjaga sholat malam, maka pasangan juga harus memiliki keinginan yang
sama agar terwujud harmoni, apabila istri ingin menambah hafalan, suami
hendaknya juga membersamai dalam kefokusan dan murojaah dengan istri.
Sebaliknya, jika keadaan istri ingin bangun malam tetapi suami selalu marah,
maka kemungkinan tercapainya kurang lancar jika dibanding dengan keinginan yang
sama tumbuh dari kedua belah pihak.
Terkait dengan
keluarga Qur’ani, menghafal Al-Qur’an itu bukan hanya sekedar tujuan. Memang,
seorang yang hafal Qur’an itu adalah hidayah, akan tetapi untuk murojaah Qur’an
itu adalah kemauan (jadi inget kata-kata teman yang saat ini lagi ujian
tahfidzul Qur’an, hehe). Caranya:
1.
Intens belajar Qur’an
2.
Orang tua harus menjadi teladan
bagi anak dan keluarga
3.
Istiqomah dan mengamalkan
Qur’an dalam hidupnya
Demikian pesan
yang disampaikan Ustadz Abdul Hakim pada kesempatan dauroh ilmiah Sabtu, 27
Juli 2013 di Aula SDIT Nur hIdayah Surakarta, semoga memotivasi setiap muslim
untuk mau menghidupkan nuansa Qur’ani di keluarga dan hidupnya. Karena semuanya
bukan hanya dari hidayah, melainkan kemauan dari diri kita.
0 comments:
Posting Komentar