Kamis, 01 Agustus 2013


Membangun Keluarga Qur’ani
Menjadi muslim yang sholeh dan sholehah adalah dambaan setiap umat Islam. Apalagi jika telah berkeluarga, semakin banyak tanggung jawab yang harus dilakukan demi membinanya. Masih dalam Dauroh Ilmiah yang membahas mengenai “Menghidupkan Al-Qur’an Dalam Keluarga” kali ini dengan pembicara Ustadz Abdul Hakim. Beliau mengatakan bahwa keluarga Qur’ani itu pasti bercita-cita mensholehkan keluarganya, tidak mau meninggalkan generasi sesudahnya menjadi generasi yang lemah (QS. An-Nisaa’: 9). Cita-cita Nabi Ibrahim terangkum dalam doa (QS. Al-Furqaan: 74), beliau tidak hanya mendoakan dirinya tetapi ada kata dzurriyati yang berarti seluruh garis keturunan sampai dengan terkhir. Begitu pedulinya terhadap generasi yang akan datang agar menjadi sholeh.

Menghidupkan Al-Qur’an Dalam Keluarga
Nah, kunci dari keluarga Qur’ani adalah menghidupkan Al-Qur’an dalam keluarga. Hmm, gimana caranya, ya? Ustadz Abdul Hakim menyebutkan beberapa tips, antara lain:
1.      Doa
2.      Ta’awun (saling tolong menolong) dalam ketaatan dan ketaqwaan. Dengan cara menumbuhkan interaksi intensif dengan Al-Qur’an, fokus, target, dan mutaba’ah.
3.      Memperjuangkan Qur’an dalam keluarganya dahulu sebelum kepada orang lain.

Untuk yang satu ini, perlu merembet ke arah tujuan berumah tangga. Diantara kita pasti punya tujuan masing-masing ketika memutuskan untuk berumah tangga, seperti mendapat keturunan, melepas masa lajang, menahan diri dari godaan maksiat. Namun, menurut Ustadz Abdul Hakim tujuan berumah tangga adalah:
1.      Dari sisi kemanusiaan adalah untuk saling cinta (jiyee..). setiap pasutri akan menumbuhkembangkan rasa cinta setelah menikah demi keharmonisan rumah tangga.
2.      Meningkatkan kedekatan dengan Allah Swt. Inilah yang paling pokok dari tujuan menikah, karena menikah baru separuh agama, maka untuk menyempurnakannya perlu dibina kedekatan kepada Allah dengan sarana keluarga.
3.      Membangun keinginan bersama. Kehidupan dalam keluarga membutuhkan persamaan tujuan agar dapat mencapainya, meskipun perbedaan juga dapat menumbuhkan warna serasa pelangi. Ketika salah satu ingin menjaga sholat malam, maka pasangan juga harus memiliki keinginan yang sama agar terwujud harmoni, apabila istri ingin menambah hafalan, suami hendaknya juga membersamai dalam kefokusan dan murojaah dengan istri. Sebaliknya, jika keadaan istri ingin bangun malam tetapi suami selalu marah, maka kemungkinan tercapainya kurang lancar jika dibanding dengan keinginan yang sama tumbuh dari kedua belah pihak.

Terkait dengan keluarga Qur’ani, menghafal Al-Qur’an itu bukan hanya sekedar tujuan. Memang, seorang yang hafal Qur’an itu adalah hidayah, akan tetapi untuk murojaah Qur’an itu adalah kemauan (jadi inget kata-kata teman yang saat ini lagi ujian tahfidzul Qur’an, hehe). Caranya:
1.      Intens belajar Qur’an
2.      Orang tua harus menjadi teladan bagi anak dan keluarga
3.      Istiqomah dan mengamalkan Qur’an dalam hidupnya
Demikian pesan yang disampaikan Ustadz Abdul Hakim pada kesempatan dauroh ilmiah Sabtu, 27 Juli 2013 di Aula SDIT Nur hIdayah Surakarta, semoga memotivasi setiap muslim untuk mau menghidupkan nuansa Qur’ani di keluarga dan hidupnya. Karena semuanya bukan hanya dari hidayah, melainkan kemauan dari diri kita.
Posted by happy On 1:45 PM No comments

0 comments:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

Labels

Blogger news

Categories