Rabu, 25 April 2012





        Perbedaan begitu terlihat diantara mereka berdua. Esa populer, mudah bergaul, pandai, berada, sedangkan Naya, rata-rata. Suatu harapan tinggi rasanya untuk bisa mendapat simpati Esa. Meskipun pada akhirnya Naya berniat juga mengambil simpatinya. Icha menawarkan bantuan untuk Naya, namun Naya memilih untuk tidak melakuakan apa pun yang melibatkan orang lain. Icha memang gadis yang baik.
        Usaha tanpa Icha pun dilakukannya. Yes, berhasil. Tampaknya usahanya menunjukkan kemajuan, mereka berdua mulai akrab. Tetapi Naya juga tidak tahu apakah ini hanya kebaikannya terhadap semua orang atau memang saat ini sebagai perempuan yang ia sedang besar kepala. Entahlah, tetapi keakraban ini membuat Naya sedikit tenang.
***
        Perpisahan yang cukup lama membuat rindu semakin dalam, meski di dunia yang baru. Akan tetapi dalam lubuk hati selalu tertanam simpati. Mungkin ini hanya perasaan terbawa karena hutang budi, tetapi rasanya seperti berbeda, di saat sudah dilalui Naya selama ini.
        “Naya, kapan kamu akan main ke rumahku?” tanya Esa padanya.
Benar-benar mengejutkan, apakah aku sedang mendapatkan undangan spesial? Pikirnya dalam hati. “Tunggu apa lagi” nampaknya hati Naya sudah tak kuasa menjawab iya secepatnya, tetapi seperti tertahan di mulut.
        Naya malah mengucap, “hmm, bolehlah, nanti aku mampir” dengan nada sedikit bingung seperti salah ucap.
        “Oke aku tunggu.” Jawabnya dengan senyumnya yang indah.
Seketika Naya berpikir ulang apakah ia akan pergi berkunjung ke rumah seorang lelaki, atau sebagai seorang yang berjasa padanya selama ini. Tapi Naya sudah terlanjur berjanji.
        Sore tiba, disempatkanlah bertandang ke rumahnya sebagai seorang sahabat baik, ya awalnya Esa dan Naya memang saling beranggapan begitu. Sore ini benar-benar berbeda, Esa mengucapkan hal yang ingin Naya ucapkan padanya selama ini, tiga kata, tetapi apa yang Naya ucapkan? “Bodohnya aku!” dalam hati Naya. Naya hanya terdiam, dan tetap menganggapnya sahabat, meskipun rasa ini benra-benar dalam merasuk ke jiwa sekian lama.
        “Aku tidak bisa.” Ucap Naya. Ia hanya merasa persahabatan ini indah, hanya ingin kamu bilang begitu ketika benar-benar besok mempersuntingku, katanya dalam hati. Semua kenyataan berbeda dengan harapan. Mungkin saja Esa kecewa, begitu pun Naya. Tetapi kata-kata Naya tadi tak bisa ditarik kembali.
***
        Tahun telah berganti, harapan masih dipendam, yang perlahan muncul membayangi mimpi, hati, di setiap bunyi dering pesan singkat. Intensitas berkurang, ini seperti pelajaran fisika, ketika tahu bahwa dua kutub adalah sama, maka akan bergerak menjauh.
        “Naya, kamu masih ingat Esa?” pesan singkat dari Icha.
        “Tentu, ada apa?” tanyaku penasaran, karena menurutku ini aneh.
        “Aku sedang dalam hubungan....” Icha menceritakan semua hingga panjang lebar padaku.
        Perasaan Naya membeku, haru, bingung, risau, sedih. Kini Esa memilih Icha, setelah Naya memutuskan untuk tetap menjadi sahabatnya. Icha sungguh beruntung, bahkan ia merasa terpesona atas ketulusan yang dilihatnya kali ini, tidak sepert dulu. Esa memang mempesona, Naya membenarkan pendapatnya. Akhirnya bersamalah mereka, laksana cinta pertama dalam film drama, yang memuncak di ujung kisah, meninggalkan Naya dalam kubangan pilu dan kecewa.
        Naya semakin sedih ketika Esa tidak pernah mau jujur padanya, apakah ia memang benar merasa takut menyakiti atau ingi bersembunyi semua pesona Esa seolah hilang dalam benak Naya, lenyap karena komitmen Naya tidak seperti yang sekarang Esa lakukan pada Icha. Harus rela, meski ia tak pernah mengakui, sampai Naya yang harus memulai ketika mengetahui semua agar tetap terjaga hubungan baik anatara mereka bertiga.
 ***
        Icha adalah cinta pertama Esa, Esa cinta pertama Naya, begitu berkutat dengan hal-hal tak terduga. Waktu telah menumbuhkan dan menghilangkan perasaan simpati antara manusia. Naya sempat menyesali hal itu, tetapi apa yang Esa jalani sama halnya dengan remaja kebanyakan. Icha adalah gadis baik, yang setara dengan Esa. Ia pantas mendapatkan yang terbaik pula. Sampai kapan akan jujur, itu adalah misteri, Naya pergi merantau. Lekatnya ikatan persahabatan perlahan kendur, ketika salah satu kian menghindar. Saling menghindar mungkin jalan terbaik, atau merasa seolah tidak terjadi apa pun. Karena Esa telah menunjukkan semuanya, meskipun hanya tersirat.
Posted by happy On 10:03 AM No comments

0 comments:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

Labels

Blogger news

Categories